Indramayu l RadarbangsaTV.com – Bambang Hermanto, biasa dipanggil dengan sapaan politik “kang Baher”, satu dari tiga calon bupati Indramayu 2024 relatif tampak tenang secara performance dan hemat terukur dalam bicara.
Selama durasi masa kampanye ia fokus kunjungan ke masyarakat dengan tawaran program realistis dan narasi narasi dalam “postingan” akun “facebooknya” membawa pesan persatuan, persaudaraan dan tidak menyerang calon lain.
Dalam “Debat Publik” (4 November 2024) ia mengutip Al Qur’an surat Ali Imron ayat 26, “Kekuasaan milik Allah. Allah akan berikan dan sebaliknya Allah akan cabut kekuasaan dari siapa pun hambanya yang ia kehendaki”, sebuah pamungkas yang menggetarkan bagi orang orang berketuhanan Yang Maha Esa.
Ini adalah kesadaran spiritual mendalam bahwa daya jangkau manusia adalah ruang ikhtiar sementara hak veto kekuasaan di tangan Allah. Baher dalam istilah Gusdur tidak perlu “berjubah” untuk mengekspresikan nilai dan perilaku keagamaan tentang kekuasaan.
Saat peristiwa politik terjadi antara pendukung 02 versus 03 di desa Tegal Taman kec Sukra, di “kandang” basis kelahiran dan kekuatan politik Baher ia tidak melakukan politisasi elektoral justru saat peristiwa tersebut sangat viral di semua platform media sosial.
Dalam rezim politik elektoral dalam perspektif “political marketing”: Jeffry Wonters dengan segala “sensasi” sinetron politiknya tentu ketenangan Baher di atas bisa dipandang “bodoh”, tidak mengkapitalisasi momentum elektoral dari peristiwa yang justru terjadi di “kandang” basis terkuat Baher.
Tapi itulah ketenangan Baher, tidak memilih jalan “sensasi” politik meskipun secara momentum sangat menguntungkan untuk mengkatrol popularitasnya.
Baher lebih memilih ketenangan ruang publik daripada menghadirkan “sensasi’ sinetron politik – sama sekali tidak memiliki nilai korelasi dengan maslahat publik.
Dalam perspektif moralitas politik setidaknya dari sudut pandang penulis ketenangan Baher di atas hendak mengirim pesan bahwa :
Pertama, terlalu mahal ongkos pilkada Indramayu 2024 puluhan milyar dari pajak keringat rakyat mengais ngais rejeki dihantam panas terik menyengat dan diguyur hujan hanya sekedar menghadirkan kontestasi politik yang mengadu domba sesama rakyat Indramayu.
Kedua, terlalu besar energy rakyat terkuras oleh kebisingan proses pilkada hanya menghasilkan “pabrikasi” kehebohan. Bagaimana bisa “berbusa-busa” menjanjikan kesejahteraan rakyat sekedar menghadirkan ketenangan dan rasa “guyub” bagi rakyat saja tidak mampu.
Pertanyaan endingnya dalam konstruksi pilkada Indramayu 2024 di mana Baher satu dari tiga calon bupati – apakah ketenangan Baher justru akan tenggelam dalam sensasi sinetron politik elektoral di tengah era media sosial atau ia ibarat “air tenang menghanyutkan” sampai ke muara”?
Mari kita tunggu “jalan tengah” Baher di tengah dua kutub ekstrim 02 versus 03 di tengah kelelahan psikhologi publik menjadi mainan “tarik tambang” perebutan elektoral.
Wassalam.
Editor : Zaseda
Sumber : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan.