Pilkada 2024 dan Affirmasi Politik Pemekaran Indramayu Barat

Indramayu l RadarBangsaTV.com – Tidak relevan lagi isu isu sosiologis tuntutan “pemekaran” kab “Indramayu Barat”‘ diletakkan dalam skema janji janji “transaksi elektoral” dalam pilkada 2024 kecuali perjuangan “political affirmative action”, sebuah perjuangan aksi politik keberpihakan.

Konstruksi perjuangan “affirmasi politik” itu penting bagi masyarakat Indramayu barat untuk menimbang “konsensus” dan kesepakatan politik bersama untuk menghadirkan calon bupati atau setidaknya calon wakil bupati dari representasi politik “Indramayu barat”.

Bacaan Lainnya

Draf final calon “Daerah Persiapan Otonomi Baru”DPOB) kabupaten “Indramayu Barat” telah resmi diusulkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ke Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) meliputi 10 kecamatan.

Yaitu kec Haurgelis, kec Gantar, kec Anjatan, kec Sukra, kec Patrol, kec Kandanghaur, kec Gabus Wetan, kec Kroya, kec Bongas dan kec Trisi dengan basis elektoral kurang lebih 500 ribu pemilih.

Urgensi politik menghadirkan “calon” dari representasi politik “Indramayu Barat” dalam konteks pilkada 2024 untuk mengawal proses masa depan “pemekaran” kabupaten “Indramayu Barat” yang telah menjadi keputusan politik pemerintah Provinsi Jawat dengan cakupan wilayah kecamatan kecamatan di atas.

Dengan kata lain perjuangan affirmasi politik di atas sulit dimandatkan secara politik pada kandidat bupati atau wakil bupati yang tidak memiliki relasi “primordial”, kedudukan “demografis” dan konektivitas suasana kebatinan dengan lanskap sosial “Indramayu barat”.

Dalam perspektif penulis minimal terdapat “tiga insentif” politik dengan mengajukan “calon” dari representasi politik Indramayu barat, yaitu :

Pertama, tuntunan pemekaran kab “Indramayu Barat” dalam konteks pilkada 2024 mengutip diksi intelektual AE Priyono menjadi momentum “konsolidasi perasaan” masyarakat Indramayu Barat untuk berjuang bersama dalam “kesamaan nasib” mengantarkan “calon” dari representasi Indramayu Barat.

Kedua, jika kelak “calon” tersebut terpilih ia memiliki tanggung jawab dan mandat politik secara “primordial” dalam posisi jabatan politiknya untuk memperjuangkan pencabutan “moratorium” pemekaran daerah dalam eksekusi keputusan politik di level pemerintah “pusat”.

Ini lebih mudah dan akseleratif karena posisi jabatan politiknya memiliki mandat representasi politik dari “Indramayu Barat” tentu dalam konteks ini dilakukan dengan aliansi taktis bersama kabupaten/kota lain dalam kesamaan tuntutan pemekaran.

Ketiga, akan sia sia perjuangan politik pemekaran kab Indramayu barat jika minim supporting system “kekhususan” alokasi anggaran dalam APBD dari kabupaten “induk” Indramayu untuk persiapan pemekaran Indramayu barat.

Kekhususan alokasi APBD itulah yang menandai keseriusan “calon” atau bupati “petahana” sekalipun dalam keberpihakan politik terhadap percepatan pemekaran “Indramayu Barat”, tidak tertipu janji janji manis tapi ujungnya “sakitnya tuh di sini”.

Itulah pentingnya memperjuangkan “calon” dari representasi “Indramayu barat” untuk mengawal “kekhususan” alokasi APBD tersebut, sekali lagi, sulit dimandatkan pada siapa pun yang tidak memiliki relasi “primordial” dengan lanskap sosial Indramayu barat.

Ke sanalah perjuangan affirmasi politik pemekaran Indramayu barat digerakkan untuk “keadilan proporsional” kewilayahan setidaknya akhir tahun 2026 diharapkan keluar keputusan resmi pemerintah pusat dalam lembaran negara tentang kab Indramayu barat.

Wassalam

Editor : Zaseda
Sumber : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *