Implikasi hasil Pilpres 2024 di Indramayu terhadap Pilkada 2024

Indramayu l Radarbangsatv.com – Kemenangan sangat “telak” Paslon 02 (Prabowo Gibran) hingga mencapai 70% di Indramayu dalam pilpres 2024 dibaca publik dalam perspektif :

Pertama, perspektif Uho Al Khudry, aktivis politik Indramayu bahwa “kemenangan 02 merupakan fakta bahwa pilkada nanti dipastikan ganti bupati” tulisnya di akun “Facebook”nya (15/2/2024), sebuah kesimpulan “pedas”, “cadas” dan tanpa ampun.

Bacaan Lainnya

Perspektif Uho di atas berangkat dari fakta lain bahwa Paslon 03 (Ganjar Mahfud), Paslon yang Diback up bupati Nina Agustina karena kesamaan partai (PDIP) hanya meraih 17%, kecil sekali, menandai bupati tidak memiliki Magnit alias “low batt” (lobet) secara elektoral.

Kedua, perspektif yang menggiring bahwa kemenangan telak Paslon 02 di Indramayu dalam pilpres 2024 karena operasi politik “gentong babi”, yakni politisasi ASN, “premanisasi” bantuan sosial dan tekanan politis.

Sehingga muncul spekulasi bahwa dalam proyeksi pilkada Indramayu 2024 kemungkinan besar akan dilakukan “operasi” politik yang sama, yakni operasi politik “gentong babi” yang jijik, “najis”, muak dengan perilaku “binatangisme” politik.

Dalam survey “Cesda” (Centre for statistics and data analysis), sebuah lembaga survey berpusat di kota Cirebon sebulan sebelum pelaksanaan “coblosan” pilpres 2024 pada tanggal 14 Pebruari 2924 sudah terpotret keunggulan telak Paslon 02 di kab Indramayu dan Cirebon.

Dalam survey tersebut Paslon 02 sudah tembus 52%, Paslon 01 13%, Paslon 03 19% dan sisanya 16% “undercided voters”, belum menentukan pilihan. Ini menjelaskan trend elektoral Paslon 02 bukan hasil kerja politik “bim salabim” tetapi kerja proses “kesukaan” publik terhadap “calon”.

Dengan kata lain jangan membayangkan pilihan rakyat mudah “dibeli cash” dengan “amplop” atau ditekan tekan secara birokratis atau ditarik “paksa” oleh para elite/ tokoh tanpa didahului proses kerja politik penaklukan “suasana kebatinan’ dan tingkat “kesukaan” publik terhadap “calon”.

Itulah “hukum” demokrasi di era rezim elektoral di mana rakyat dengan mudah memberikan “reward and punisment”, memberikan “ganjaran” atau “hukuman” elektoral kepada bupati tergantung “kepuasan” atau tidaknya rakyat atas kepemimpinannya.

Rakyat terkadang begitu “kejam” terhadap pemimpinnya yang “Arogan”, “sok kuasa” dan menghakiminya ramai ramai dengan tidak memilihnya di bilik bilik TPS tanpa ampun !!!

Wassalam.

Editor : Zaseda
Sumber : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *