Oleh. : H. Adlan Daie
Analis politik elektoral dan sosial keagamaan.
Indramayu l RadarbangsaTV.com – Munculnya lima “kandidasi” bakal calon bupati dari partai Golkar Indramayu dalam proyeksi pilkada 2024 pasca mengikuti “pembekalan” resmi dari DPP partai Golkar (Sabtu, 6/4/2024) menarik dibaca “probabilitas” dan kemungkinan politiknya.
Kelima nama tersebut, empat di antarnya, yakni H. Daniel Muttaqin, H.Syefudin, Bambang Hermanto dan Hilal Hilmawan adalah “fully politician”, yakni politisi dengan pengalaman dan ketrampilan politik memadai di lembaga “politik” legislatif.
Plus satu orang birokrat “tulen”, H. Yudi Rustomo, memiliki relasi sangat kuat secara politik dengan H. Daniel Muttaqien, sama sama dalam rekam jejak aktivisme politik sangat panjang di organisasi Pemuda Pancasila (PP) Indramayu.
Dalam perspektif penulis minimal ada dua skenario politik membaca lima varian kandidat di atas, yaitu :
Pertama, “skenario ideal” di mana partai Golkar Indramayu siap “fight” bertarung maju dalam posisi “calon bupati” dengan mendorong salah satu di antara lima kandidat tersebut.
Kedua, “skenario pragmatis” partai Golkar bisa pula menyodorkan salah satu kandidat “medioker” yang lain di antara mereka dalam posisi calon “wakil bupati” dalam poros koalisi politik.
Dengan kata lain “stok” lima varian kandidat politik di atas adalah bagian dari “cara main” partai Golkar dalam mencermati dinamika pilkada Indramayu 2024
Dua pilihan skenario diatas “sah” secara politik meskipun pilihan skenario “wakil bupati”, sekali lagi, dalam perspektif penulis bukan gestur “asli” dari partai Golkar yang secara historis lahir dengan “gen” teknokrasi politik untuk berkuasa.
Partai Golkar Indramayu memiliki posisi “bloking democtratic politics”, meminjam teori A.E. Priyono, seorang ilmuan politik, yakni “blok” kepemimpinan politik dalam mengambil momentum pilihan “skenario ideal” di atas.
Posisi politiknya sebagai partai terbesar (14 kursi) dalam konteks mengikuti formulasi Koalisi Indramayu Maju (KIM) dalam pilpres 2024 diikuti Gerindra (6 kursi), demokrat (2 kursi) dan partai partai non parlemen lainnya.
Dalam konfigurasi politik seperti ini partai Golkar Indramayu tentu hampir tidak ada perdebatan jika mengusulkan kadernya dalam posisi “calon bupati” dalam konstruksi koalisi KIM di atas.
Variabel lain dalam konteks koalisi KIM tersebut jarak waktu “psikhologis” gelaran pilpres 2024 dengan pelaksanaan pilkada Indramayu 2024 sangat dekat, tak lebih dari tujuh bulan, yakni 27 November 2024.
Variabel psikhologis politik ini penting dibaca untuk “deteksi dini” ruang “probabilitas” dan kemungkinan “effect” bagaimana merebut 68% raihan Paslon 02 (Prabowo Gibran) di Indramayu yang diusung KIM ditarik dalam momentum koalisi KIM dalam pilkada Indramayu 2024.
Itulah pilihan skenario “ideal” partai Golkar Indramayu dalam proyeksi pilkada Indramayu 2024, mengusung salah satu kadernya dalam posisi “calon bupati” sebagai pemenang pemilu 2024 meskipun mengalami “penurunan’ jumlah kursi DPRD dibanding pemilu 2019 (22 kursi).
Memang merujuk teori “kandidasi” politik Richard Mayland pilihan “skenario ideal” di atas harus diletakkan dalam konstruksi riset survey tentang simulasi pasangan calon dalam bingkai koalisi partai yang “nyambung” dengan trend mayoritas perilaku pemilih.
Tapi itulah jalan “merangkak” dan “mendaki” yang harus dilalui partai Golkar Indramayu jika hendak merebut kembali “pendopo” dalam kontestasi pilkada 2204 kecuali partai Golkar mulai berdendang lagu Mike Idol “Aku pasrah tak seperti dulu lagi”.
Wassalam.
Reporter : Zaseda