Uang bisa Membeli Elektabilitas?, Analisis Pilkada Indramayu 2024

Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Indramayu l Radarbangsatv.com – Jika pemilih di Indramayu dalam proyeksi pilkada 2024 sebesar 1 juta pemilih dan tiap pemilih diberi “amplop” sebesar 50 ribu rupiah sehingga total “menabur” fresh money 50 milyar untuk memilih pasangan calon tertentu berapa “suara” yang akan diperolehnya?.

Bacaan Lainnya

Paper hasil penelitian ilmiyah Profesor Burhanudin Muhtadi (2023) berjudul “Vote For Sale” (suara untuk dijual) dalam pengukuhan guru besarnya di UIN Jakarta dalam bidang ilmu “humaniora’ (sosial politik) menemukan angka kisaran 5% hingga maksimal 10%.

Dengan kata lain “melempar” sejuta “amplop” ke pemilih hasilnya tidak lebih 100 ribu suara (10%) dan itu pun di dalamnya terdapat variabel pemilih tanpa diberi “amplop” pun preferensi pilihannya memang untuk memilih pasangan bersangkutan.

Jadi “uang” tidak mampu menaklukkan pilihan pemilih dalam jumlah besar sebagaimana “di gembor gemborkan” dalam obrolan politik “warung kopi” kecuali “uang” bermakna dalam konteks konsolidasi basis basis elektoral, bukan dalam bentuk “money politics”.

Temuan angka efectif operasi gelap “money politics” di atas tidak jauh berbeda dengan peta varian “motiv” orang memilih dalam “kasus” pilkada serentak tahun 2020,

Yaitu memilih karena faktor “money politics” hanya 8%,, memilih karena faktor “kesukaan” terhadap “figur” (60%), faktor “tekanan” sebesar 4% dan karena motiv “kesamaan” afiliasi partai dan ideologis sebesar 27%.

Faktor “kesukaan” terhadap figur paling dominan dalam “motiv’ memilih dibanding varian motiv motiv lain. Faktor “kesukaan” timbul karena aspek “personality” (ramah, ganteng, “playing ovictim”), harapan akan pemimpin tidak “otoriter” dan adaptif terhadap “gestur” pemilih “milenial”.

Data demografi pemilih Indramayu (2022) gabungan “generasi Z” dan “generasi milenial” (sebesar 41%) dengan karakter menurut penelitian Boston Consulting Group (BCG – 2017) mereka tipologi pemilih “gampang bosan,,”no gadget no life” (tanpa hp mati gaya) dan serba “ingin cepat”.

Pola pola “tradisional” penggunaan jaringan birokrasi secara “militeristik”, perilaku politik birokrasi “gentong babi” dan rekayasa penggiringan massa tidak memadai lagi kecuali connected dengan “the new hope” atau harapan baru yang diimajinasikan mereka.

Di sisi lain generasi ‘Bomers” (50 tahun ke atas) terutama dari segmentasi gender “emak emak” mereka umumnya mudah takluk dengan “money politics” secara “fisik” tetapi daya dorong pilihan politiknya lebih kuat karena faktor “kesukaan”. Dengan kata lain “amplop yes, milih tunggu dulu”.

Jadi jangan membayangkan pilihan rakyat mudah ditaklukan dengan “amplop” tanpa didahului penaklukan “suasana kebatinan’ pilihan politiknya.

Rakyat terkadang begitu “kejam” terhadap pemimpinnya yang “Arogan”, “sok kuasa” (alias “engkek”, dalam diksi dermayu) dan menghakiminya ramai ramai dengan tidak memilihnya di bilik bilik TPS. Ambyaaar !!!

Wassalam

(Zaseda)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *