Skenario Duet H Dedi Wahidi dan Lucky Hakim sebuah Analisis 

Indramayu l Radarbangsatv.com – Tidak mengagetkan munculnya “proposal politik” tentang skenario pasangan H. Dedi Wahidi dan Lucky Hakim datang “bertubi tubi” dalam diskusi bersama penulis mulai dari kiai kiai pesantren, mantan birokrat, aktivis muda dan lain lain dalam proyeksi kontestasi pilkada Indramayu 2024.

Bahkan seorang kawan mantan birokrat spontan mempromosikan duet H. Dedi Wahidi dan Lucky Hakim dengan akronim” atau singkatan “WALI” (Dewa Lucky).

Bacaan Lainnya

Penulis memaknai “WALI” bukan sekedar “akronim” atau “singkatan” dari duet tersebut, lebih dari itu adalah “tafaulan”, sebuah nilai teladan atas jalan sukses politik kebudayaan para Wali Songo dalam syiar Islam di pulau Jawa.

Ada dua variabel politik “affirmatif” untuk menegaskan kemungkinan duet di atas:

Pertama, politik seperti diktum Otto Van Bismoch adalah “the art of the possible”, sebuah “ruang” kemungkinan. H. Dedi Wahidi dan Lucky Hakim “fully politician”, dua “sosok” politisi tentu fasih membaca ruang kemungkinan dalam wacana kontestasi pilkada Indramayu 2024.

Kedua, secara politik H. Dedi Wahidi dan Lucky Hakim adalah representasi dua partai politik, yakni PKB dan Nasdem (12 kursi DPRD Indramayu) menjamin pendaftaran duet keduanya ke KPU Indramayu alias cukup syarat ambang batas pencalonan. Clear dan terukur.

Dalam konteks di atas maka pertanyaan progresifnya bukan “mungkinkah” dua politisi ini dapat “dipasangkan” tapi kenapa harus “diduetkan”, bagaimana peluang menang dan apa maslahat dirasakan publik kelak jika pasangan ini menang dan memimpin Indramayu?

Hasil survey selama ini hanya “ekspose” tentang trend “elektabilitas” bersifat “kulit luar”, tidak menggambarkan potensi “migrasi” pilihan, kemana pemilih yang “belum menentukan” pilihan dan berapa persen pemilih yang “tidak datang ke TPS mempengaruhi hasil akhir.

Variabel elektoral di atas hendak menjelaskan bahwa siapa akan memenangkan pilkada Indramayu 2024, lima bulan ke depan, tidak dapat digambarkan secara “statis” oleh hasil survey hari ini, masih sangat dinamis, kecuali sekedar “preferensi” awal membaca trend pilihan politik,

Di sinilah skenario menduetkan H Dedi Wahidi dan Lucky Hakim adalah skenario mempertemukan dua kekuatan basis elektoral berbeda tapi “komplementer”, saling menguatkan.

H. Dedi Wahidi memiliki jaringan elektoral mapan secara ideologis dapat memproteksi “populisme elektoral” Lucky Hakim dari “serangan” luar. dan sebaliknya “populisme elektoral” Lucky Hakim adalah insentif elektoral di luar jaringan mapan ideologis H. Dedi Wahidi.

Inilah skenario duet pasangan bukan saja akan “menjamin” peluang besar kemenangan elektoral bersifat “kuantitatif” baik dalam skenario “head to head” atau lebih,

Tapi karena keduanya adalah politisi berpengalaman di lembaga eksekutif dan legislatif kemenangannya plus “kualitatif”, tidak sekedar menang karena piawai main “siasat” tapi plus kemenangan untuk menebar “maslahat”.

Pertanyaan orang orang “pesimistis” apakah H Dedi Wahidi “mau” maju atau Lucky Hakim “mau” menjadi “wakil” penulis hendak menegaskan bahwa skenario duet ini dalam ilustrasi Imam Syafie ibarat “melukis di atas batu”, tidak mudah tapi bisa, bukan ibarat “melukis di atas air”, bukan kemustahilan.

Politik maslahat memang harus diperjuangkan, jangan diserahkan pasrah dalam pelukan baliho yang menyesakkan dada di ruang publik.

Wassalam.

Editor : Zas
Sumber : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *