Indramayu l Radarbangsatv.com – Dalam rezim politik elektoral keberhasilan politik selalu melahirkan banyak “bapak”, yakni banyak pihak saling klaim “paling berjasa”.
Sebaliknya kegagalan politik selalu “yatim piatu”, sulit ada pihak yang merasa paling bertanggung jawab atas kegagalannya.
PKB Indramayu harus berhenti berdebat hal hal di atas tetapi bagaimana PKB dengan raihan 10 kursi DPRD meletakan posisi politiknya dalam proyeksi pilkada 2024 untuk “menyempurnakan” keberhasilan di pileg 2024.
Inilah tanggung jawab sejarah politik PKB Indramayu untuk memainkan peran orkestrasi kepemimpinan koalisi politik dalam konteks pilkada 2024, tentu dengan kemampuan teknokrasi politik dan kekayaan khazanah imajinasi politik.
Basis elektoral ideologis yang kuat dan raihan.10 kursi DPRD harus dimaknai bahwa posisi politik PKB indramayu adalah “trend setter”, penentu arah pimpinan koalisi salah satu “blok” politik dalam pilkada 2024, bukan “subkon” politik dalam relasi kuasa koalisi politik.
Kepemimpinan koalisi PKB penting dirancang bersama kemitraan koalisi. Tanpa bangunan koalisi meskipun PKB dapat “menari” sendiri (10 kursi) tapi kaki kaki politik PKB Indramayu tidak akan kokoh menyangga “panggung” besar kontestasi elektoral pilkada Indramayu 2024.
Penulis sungguh percaya pada kemampuan politik para “yunior’ di jajaran DPC PKB Indramayu tapi panggung politik pilkada terlalu besar untuk dibiarkan tidak ada “pendampingan” poltik dari H. Dedi Wahidi.
Bukan saja karena beliau tokoh politik “senior” PKB dan “existing’ dalam jabatan politik hingga hari ini (sejak menjadi salah satu pimpinan DPRD Indramayu, wakil bupati Indramayu dan kini untuk kempat kalinya terpilih DPR RI).
Tapi kematangan dan wibawa politiknya, suka tidak suka, dapat membantu melapangkan jalan kepemimpinan koalisi PKB bersama opsi opsi mitra koalisinya yang tidak sederhana dan “rumit” karena berkait dengan “kerumitan” negosiasi kepentingan politik didalamnya.
Waktu atau “miqot zamani” (istilah haji) yang ideal minimal akhir Juni atau maksimal awal Juli 2024 harus diarahkan pada proses finalisasi “link and match” atau kecocokan pasangan calon dan desain “warna” koalisi dengan adaptasi peluang elektoral trend pemilih dalam konteks memenangkan pilkada 2024.
Ini bukan sekedar bagaimana kepemimpinan koalisi PKB harus “berkuasa” tapi PKB Indramayu adalah “harapan baru” untuk mengakhiri “penderitaan” batin birokrasi dan dampak “buruk” relasi birokrasi terhadap layanan publik.
Penderitaan birokrasi selama ini “dipaksa paksa” tunduk pada kepentingan elektoral “penguasa” dan dirampas tak berdaya hak hak dasar kemuliaan kebebasan politiknya yang diberikan Tuhan harus diakhiri agar politik hadir sebagai jalan “mulia dan beradab”.
Ke sanalah orientasi kekuasaan politik PKB Indramayu untuk diperjuangkan dalam konteks pilkada 2024.
Kegagalannya sebagaimana disebutkan di atas hanyalah “yatim piatu”, sulit ada pihak yang merasa paling bertanggung jawab atas kegagalannya. Ambyaaaar !!!.
Wassalam
Editor : Zas
Sumber : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan