Jakarta |radarbangsatv.com – 22 Maret 2025 – Dalam perjalanan sebuah negara, hukum dan kesehatan ibarat dua sayap yang tak bisa terpisahkan. Satu menjaga keadilan, satu menjaga keberlanjutan hidup yang sehat. Mungkin jarang terpikirkan, apa hubungan antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) – institusi tertinggi penegak hukum – dengan Badan Gizi Nasional (BGN), lembaga baru yang sedang giat mengawal pemenuhan gizi masyarakat. Tetapi jika dicermati lebih dalam, keduanya memiliki benang merah yang sangat relevan dalam membangun Indonesia yang maju: menciptakan masyarakat yang adil, sehat, dan berdaya saing.
Kejagung dan Komitmen Mewujudkan Keadilan Restoratif
Kejaksaan Agung belakangan tak hanya dikenal sebagai ‘mesin penuntutan’, tetapi juga sebagai pendorong pendekatan hukum yang lebih manusiawi melalui keadilan restoratif. Baru-baru ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual untuk menyetujui tiga perkara yang diselesaikan secara restorative justice. Prinsip keadilan restoratif menekankan pemulihan hubungan sosial, bukan hanya menghukum pelaku.
Langkah ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya bicara soal menghukum, tetapi juga soal memulihkan, membangun, dan mengedukasi masyarakat. Upaya ini tentu saja membawa dampak positif tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi lingkungan sosialnya.
BGN: Membangun Masa Depan Lewat Nutrisi
Di sisi lain, BGN – Badan Gizi Nasional – hadir sebagai lembaga baru dengan misi besar: memastikan seluruh rakyat Indonesia mendapatkan gizi yang cukup dan seimbang. Berdiri berdasarkan Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2024, BGN bergerak cepat mengawal program intervensi gizi berbasis data.
Mengapa ini penting ? Karena gizi bukan hanya urusan dapur. Gizi adalah fondasi kecerdasan, produktivitas, dan kesehatan mental masyarakat. Negara yang rakyatnya kekurangan gizi akan menghadapi tantangan serius: anak-anak yang tumbuh tidak optimal, produktivitas yang rendah, hingga meningkatnya beban kesehatan nasional.
Benang Merah: Keadilan Sosial untuk Semua
Apa kaitan antara keadilan hukum dan kecukupan gizi ? Jawabannya terletak pada keadilan sosial. Keadilan tidak hanya soal siapa yang bersalah dan dihukum, tetapi juga siapa yang punya akses terhadap kebutuhan dasar, termasuk pangan bergizi.
Kejaksaan Agung bisa menjadi mitra penting BGN dalam upaya mengawasi distribusi bantuan sosial, termasuk bantuan pangan. Dalam banyak kasus, penyelewengan bantuan sosial terjadi akibat lemahnya pengawasan dan tidak adanya efek jera. Di sinilah peran Kejagung memastikan bahwa pelanggaran tidak dibiarkan, sementara BGN berfokus pada strategi pemenuhan gizi secara adil dan merata.
Lebih jauh, Kejagung dengan pendekatan restoratifnya bisa menjadi pendukung utama program edukasi BGN. Dalam penanganan kasus ringan, misalnya, pelaku dapat diarahkan untuk terlibat dalam kegiatan sosial yang membantu BGN menyebarluaskan edukasi tentang gizi dan pola hidup sehat. Dengan demikian, hukum tidak hanya menindak tetapi juga turut membangun kesadaran sosial.
Kolaborasi Masa Depan
Bayangkan jika dua lembaga ini berjalan bersama: Kejagung menjaga integritas penyaluran bantuan dan menindak pelanggaran, sementara BGN memastikan masyarakat tidak hanya sekadar kenyang, tetapi cerdas dan sehat. Dampaknya ? Indonesia yang lebih kuat, dengan rakyat yang tidak hanya patuh hukum tetapi juga produktif, cerdas, dan berdaya saing di level global.
Sebagai negara besar dengan 270 juta penduduk, Indonesia membutuhkan institusi yang tidak hanya kuat, tetapi juga saling mengisi. Kejagung dan BGN adalah dua lembaga berbeda, tetapi keduanya menyatu dalam satu tujuan: menghadirkan keadilan sosial, keberlanjutan hidup, dan masa depan yang lebih cerah.
Jika hukum berjalan lurus dan masyarakat sehat, maka bangsa ini tidak hanya besar di peta, tetapi juga besar dalam karya dan martabat pungkas(rohma)