Dilema Partai Golkar Indramayu, Pasca Uji Visi Misi Lima Kandidat Bupati

Indramayu l Radarbangsatv.com – Hari Sabtu, (27/4/2024) partai Golkar indramayu menggelar forum “uji publik” visi misi lima kandidat bupati yang mendapat “surat tugas” dari DPP partai Golkar, yaitu H. Daniel Muttaqin, H. Syaefudin, H. Bambang Hermanto, Hilal Himawan dan Yudi Rustomo.

Dilema politiknya adalah “top off mind” elektoral lima kandidat bupati dari partai Golkar tersebut hingga saat ini belum dalam trend elektoral kompetitif setidaknya sejauh penulis pantau dalam tiga survey opini publik terakhir tentang pilkada Indramayu 2024.

Bacaan Lainnya

Kabar baiknya di akhir forum “uji publik” tersebut mereka bersepakat siapa pun kelak direkomendasikan maju dalam kontestasi pilkada 2024, semua solid untuk memenangkan calon yang diusung partai Golkar. Itulah kelenturan teknokrasi politik partai Golkar.

Dalam teori Richard Mayland tentang “kandidasi politik” di era rezim politik elektoral minimal ada tiga variabel politik bagi partai Golkar Indramayu dalam melapangkan jalan memenangkan kontestasi pilkada 2024, yaitu seleksi ‘calon”, pilihan taktis koalisi dan bacaan atas trend perilaku pemilih”.

Dua variabel politik pertama yakni seleksi “calon” dan pilihan koalisi taktis sangat menentukan di era rezim politik elektoral saat ini untuk mendekatkan peta kecenderungan mayoritas pemilih terhadap “calon” yang hendak dikontestasikan.

Di sinilah pentingnya partai Golkar Indramayu tidak sekedar melakukan survey opini publik tentang trend elektoral calon yang hendak maju dalam kontestasi pilkada 2024 tetapi bagaimana dilakukan pendalaman riset perilaku kecenderungan mayoritas pemilih.

Misalnya dalam konteks pilpres 2024 baru baru ini kenapa Paslon 02 (Prabowo Gibran) di Indramayu “meledak” secara elektoral hingga meraih elektoral sebesar 70% terutama tentang “motiv” pemilih dan “isu” apa yang menggerakkan mayoritas pemilih Indramayu memilih Paslon 02.

Hal ini penting karena kepiawaian teknokrasi politik partai Golkar, ketrampilan penguasaan simpul organ organ “sipil” dan kebergantungan pada ketokohan tradisional politik tidak memadai lagi untuk diproyeksikan dalam memenangkan kontestasi pilkada 2024.

Pasalnya pilkada adalah rezim politik elektoral bersifat “one man one vote”, satu pemilih satu suara. Trend “kesukaan” pemilih 80% bersifat “otonom”, memilih atas timbangan politik sendiri, hanya 20 bersifat “patron klient”, bertanya pada tokoh panutan sekitar.

Itulah “hukum besi” rezim politik elektoral. Faktor “kesukaan” terhadap “calon” dalam konteks pilkada selalu mendapat tempat “lebih” dalam alam pikiran dan suasana kebatinan mayoritas pemilih di Indonesia, tak terkecuali demografi pemilih di Indramayu.

Dengan kata lain titik sambung tiga variabel politik, yakni kekuatan gestur calon dan warna koalisi pengusung harus ditransformasikan dalam trend pilihan isu yang menarik magnit kecenderungan mayoritas pemilih.

Itulah orkestrasi kerja kerja politik partai Golkar dalam proyeksi memenangkan pilkada 2024.

Wassalam

(Zaseda)

Sumber : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *